Salah satu terobosan dari Permendikbudristek ini adalah aturan mengenai penghasilan dosen. Dalam peraturan baru ini, besaran gaji dosen non-ASN mengikuti Undang-Undang No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.
Sementara itu, besaran gaji bagi dosen Aparatur Negeri Sipil (ASN) tetap mengacu pada peraturan ASN sehingga tidak ada perubahan.
Di satu sisi, Nabiyla mengatakan hal ini memberikan harapan baru bagi kesejahteraan dosen, terutama bagi mereka yang bekerja di perguruan tinggi swasta. Sebab apabila merujuk ke UU Ketenagakerjaan, dosen swasta berhak mendapatkan gaji sesuai dengan standar upah miminum, atau bahkan lebih.
“Dosen non-ASN itu kan selama ini kesulitan untuk bisa menuntut hak sesuai dengan ketentuan ketenagakerjaan, karena seringkali ada pemahaman yang berbeda ketika kita berbicara soal penghasilan dosen dan hubungan kerja dosen,” kata Nabiyla yang juga anggota Serikat Pekerja Kampus ketika dihubungi Tempo pada Jumat, 4 Oktober 2024.
Pemahaman yang berbeda ini, kata Nabiyla, disebabkan oleh keberadaan Undang-Undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang seakan-akan memisahkan dosen dari profesi lainnya. UU tersebut juga tidak mengatur secara spesifik tentang penghasilan dosen.
Di sisi lain, Nabiyla mempertanyakan ketentuan gaji dosen ASN masih mengacu pada peraturan ASN. Hal ini bermasalah, menurut dia, lantaran masih ada banyak dosen ASN yang penghasilannya di bawah upah minimum. “Jadi concern pertama kami adalah ketentuan ini justru tidak memberikan jaminan perbaikan kesejahteraan yang cukup baik untuk dosen ASN,” kata dia.
Nabiyla juga mengatakan, selama ini banyak orang mengira dosen akan mendapat banyak tunjangan, sehingga tak jadi persoalan apabila gaji pokok mereka rendah.